Rabu, 23 Februari 2011

Rumah Tanggap Gempa


Apakah bangunan tanggap gempa itu?
Bagaimana cara membangunnya?
Berapa biaya yang dibutuhkan?
Barangkali pertanyaan tersebut sekarang lagi populer di masyarakat. Secara harfiah, kata tanggap berarti peduli. Disini tercipta dialog-dialog, interaksi antara bangunan dan alam dimana bangunan itu didirikan. Diharapkan dari dialog ini ada kesepahaman antara keduanya, sehingga dapat saling berdampingan dan bersahabat. Sekarang masyarakat Sedikit demi sedikit telah melek atau peduli bagaimana membangun bangunan yang "peduli gempa atau paling tidak, beresiko kecil ketika getaran gempa menerpa bangunan. Mungkin ini salah satu dari hikmah bencana yang baru saja berlalu.
Bangunan tanggap gempa merupakan sebuah bangunan yang  dapat mengakomodasi gaya gempa yang terjadi, baik gaya vertikal, horisontal maupun diagonal. Penulis sengaja tidak memberikan contoh-contoh bentuk atau modelbangunan tanggap gempa, karena khawatir hal ini akan malah menjadi kontra produktif. Tawaran diskusi akan mengarah kepada prinsip-prinsip bangunan tahan gempa, selanjutnya bentuk dan eksekusi metoda membangun diserahkan kepada masyarakat. Diharapkan peran masyarakat akan mendapat ruang yang cukup untuk mengekspresikan citra dan bentuk rumah dan lingkungannya.

Prinsip tectonic of the frame and stereotomic of compressive mass dapat diterapkan. Artinya, bahan bangunan yang berkarakter berat cenderung diletakan dibawah dan bahan bangunan yang bersifat ringan dapat di letakkan diatasnya. Ini adalah prinsip dasar "keseimbangan". Penggunaan bahan yang ringan selain mengurangi beban bangunan juga ketika "terpaksa" roboh karena gempa tidak terlalu melukai penghuni atau pengguna bangunan.

Setelah bentuk bangunan dirancang, maka dibangunlah sebuah rumah tanggap gempa. Pastikan bahwa komponen-komponen bangunan lengkap. Kalau dianalogikan dengan manusia, maka sebuah bangunan harus memiliki kaki, tubuh dan kepala. Kaki bangunan adalah pondasi, tubuhnya adalah dinding termasuk kolom dan kepalanya atap. Hal yang krusial adalah tentang sambungan antar komponen antara pondasi dengan kolom, kolom dengan atap dan kesatuan antar kolom dengan sloof dan balok cincin (ring balk). Sambungan ini harus benar-benar terkait satu sama lain untuk memastikan kesatuan bangunan, sehingga bila terjadi gempa dapat stabil. Kemudian sambungan antar elemen, baik menggunakan bahan kayu, bambu, beton atau mungkin baja, untuk dipastikan sambungan terkait erat dan kokoh.

Bentuk bangunan tanggap gempa bukanlah dogma yang harus sama dan seragam. Dengan memberdayakan bahan-bahan lokal, mengajak partisipasi masyarakat serta adanya pendampingan terhadap teknik dan metode membangun diharapkan tercipta bangunan yang homy, lokal dan tanggap gempa.

PEDOMAN TEKNIS
A. Konsep Bangunan Rumah Tahan Gempa

Menurut Sarwidi, direktur CEEDEDS (2006) prinsip-prinsip bangunan tahan gempa adalah sebagai berikut :

  1. Bila terjadi gempa ringan (<5 SR), bangunan tidak mengalami kerusakan
  2. Bila terjadi gempa sedang (5-7 SR), bangunan teknis boleh mengalami kerusakan pada elemen non struktur, tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen strukturnya sedangkan bangunan sederhanaboleh mengalami kerusakan temboknya
  3. Bila terjadi gempa besar, bangunan teknis boleh mengalami kerusakan pada elemen non struktur dan strukturnya. Bangunan tidak boleh runtuh, sedangkan bangunan sederhana boleh mengalami kerusakan tembok dan perkuatan praktisnya. Kerusakan yang terjadi masih dapat diperbaiki.
  4. Bangunan yang tahan terhadap gempa besar adalah bangunan yang bersifat daktail (liat, alot). Bangunan daktail adalah kesanggupan bangunan untuk mengalami perubahan bentuk akan tetapi masih dapat menerima beban.
B. Dasar-Dasar Perencanaan Rumah Tahan Gempa

Menurut Teddy Boen (1978), dasar-dasar perencanaan rumah tahan gempa adalah sebagai berikut :
  1. Bentuk denah bangunan sebaiknya sederhana dan simetris
  2. Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang pintu dan jendela sedapat mungkin simetris terhadap sumbu-sumbu denah bangunan
  3. Bidang-bidang dinding sebaiknya membentuk kotak-kotak tertutup
  4. Atap sebaiknya berupa atap ringan
C. Sistem Struktur Dan Konstruksi Bangunan

Bangunan yang tanggap gempa cenderung berbentuk denah atau potongan sederhana, artinya condong menggunakan bentuk dasar, kotak, lingkaran dan sebagainya. Kalaupun ada tambahan ruang, diusahakan terpisah atau merupakan kesatuan dengan bangunan induk. Prporsi bangunan, baik horisontal maupun vertikal juga dipertimbangkan seimbang. Dimensi bangunan yang cenderung besar dapat diperkecil dengan modul-modul yang berulang untuk menjaga kestabilan bangunan. Misalnya, modul ruang menggunakan ukuran 3 x 3 meteran, sehingga bangunan menyerupai kotak-kotak yang disusun.

Modul-modul ini akan berperilaku seragam ketika terkena gaya gempa, sehingga masing-masing modul serempak bergerak kearah yang sama. Akibatnya, resiko bangunan rusak kecil karena tubrukan perilaku modul dapat diminimalisir. Bangunan tahan gempa dapat menggunakan bahan bangunan yang bermacam-macam sesuai bahan yang tersedia di sebuah wilayah. Penggunaan bahan bata, kayu, bambu, baja atau beton yang mempunyai andil yang sama untuk menciptakan bangunan tanggap gempa. Sekedar untuk panduan, penggunaan bahan disesuaikan dengan karakter bahan.

D. Detail Pondasi, Kolom, Balok Dan Tulangan

G. Kualitas Beton Dan Spesi
Bahan pembuatan batako untuk dinding meliputi pasir (agregat), semen dan air. Bahan-bahan tersebut dipress untuk mendapatkan batako yang padat, keras dan kuat. Puing reruntuhan dinding bata yang terdiri dari bata atau batako dan mortar setelah dihaluskan dapat dipandang sebagai agregat dalam komposisi pembuatan batako, sehingga dapat menjadi bahan pengganti (subtitute material) pasir. Perekatan komponen batako antara agregat puing dinding dengan semen dan air dapat dilakukan. Berdasarkan hal ini puing reruntuhan dinding dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan dasar yang berupaagregat untuk pembuatan batako untuk dinding.

Puing bata dan spesi ditumbuk halus dan disaring sehingga dihasilkan produk bubuk. Puing yang sangat keras dibiarkan dan dipisah menjadi produk brangkal. Untuk pemanfaatan reruntuhan tembok bata bagi pembuatan spesi menggunakan komposisi 1 semen : 4 bubuk. Pembuatan bata menggunakan perbandingan bahan 1 semen : 8 bubuk atau 1 semen : 3 bubuk : 5 brangkal. Pembuatan dinding cor langsung juga dapat dilakukan dengan komposisi bahan 1 semen : 6 bubuk atau 1 semen : 3 bubuk : 5 brangkal (Satyarno, 2006).

Alternatif lain adalah memanfaatkan reruntuhan rangka atap (kuda-kuda, gording dan usuk) untuk membangun struktur konstruksi bangunan kayu. Dibanding reruntuhan bahan kayu lainnya, usuk mempunyai jumlah yang cukup besar dengan panjang 2 m, 3 m atau 4 m. Dengan kayu usuk 2m berjumlah 58 buah bisa direkayasa menjadi sebuah bangunan kayu dengan ukuran 3 x 3 m. Luasan 9 m2 ini adalah minimal, artinya luasan ini dapat dikembangkan berdasarkan kelipatan 3 m. Hal ini memudahkan mengelola kebutuhan ruang sesuai jumlah anggot keluarga yang akan dinaungi.

Refference :
Buku DPPM UII, (2006), Rumah tanggap gempa

This Article is Powered By :
www.prima-truss.com 

By Ibrahim Yusup (www.primaandalan.blogspot.com)
Copyrigths 2011 PT. PRIMA ANDALAN GROUP
(to copy this article "please include author and source")



:: RANGKA ATAP BAJA RINGAN ::
Material Penutup Atap Ringan untuk Bangunan Tanggap Gempa
Lebih Ringan dari kayu, Lebih Kuat dari Baja biasa
dan Otomatis lebih murah dan mudah !

Proyek : Perum Anggajaya Residence | Bentang : 6 m | Luas : 180 m2 | Atap : Genteng Beton Flat
Proyek : BMT Surya, Klaten | Bentang : 7 m | Luas : 125 m2 | Atap : Genteng Morando
Proyek : Panti Wreda, Pundong, Bantul | Bentang : 9 m | Luas : 4.000 m | Atap : Genteng Metal


Tidak ada komentar: